Kurikulum Baru SMP Berbasis Teknologi Informasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Juni 2013 nanti, para guru dan siswa akan menjalankan kurikulum baru. Kurikulum untuk berbagai jenjang pendidikan mengalami perubahan termasuk di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, mengatakan bahwa perkembangan teknologi saat ini sangat pesat. Untuk itu, mulai jenjang SMP, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) akan dijadikan sarana pembelajaran pada semua mata pelajaran.
"Jadi TIK menjadi media semua mata pelajaran untuk jenjang SMP ini sehingga anak-anak juga bisa mengenal teknologi dengan baik," kata Nuh saat jumpa pers di Kantor Kemdikbud, Jakarta, Selasa (13/11/2012).
"Tidak ada pelajaran komputer sendiri. Itu semua diintegrasikan dengan mata pelajaran lain," jelas Nuh.
Rencananya, pihaknya akan mendorong agar tiap sekolah dilengkapi dengan perangkat komputer dan sambungan internet sehingga memudahkan anak-anak dalam menerapkan TIK yang menjadi media dalam tiap mata pelajaran.
"Seharusnya seperti itu. Komputer paling tidak tiap sekolah harus punya untuk anak didiknya," ungkap Nuh.
Meski sarana pembelajarannya ditekankan dengan TIK, pendekatan yang dilakukan pada tingkatan ini tidak jauh berbeda dengan pendekatan pada pendidikan dasar. Sains tetap menjadi penggerak dan terintegrasi dengan mata pelajaran lain.
Kendati demikian, IPA dan IPS telah muncul sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Begitu pula dengan bahasa Inggris yang mulai diajarkan untuk membentuk ketrampilan bahasa dan masuk dalam struktur kurikulum baru sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Dengan perubahan kurikulum ini, 12 mata pelajaran yang dulu diajarkan pada tingkat SMP menjadi berkurang menjadi 10 mata pelajaran yaitu Agama, PPKn, Matematika, bahasa Indonesia, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, IPA, IPS, bahasa Inggris dan Prakarya.
Sementara untuk mata pelajaran pengembangan diri, seperti TIK akan diintegrasikan ke semua mata pelajaran. Tidak hanya itu, penilaian pada jenjang sekolah ini juga sedikit mengalami perubahan. Hasil karya atau portofolio anak-anak ini akan dijadikan instrumen untuk penilaian juga.
"Ini untuk mendorong agar anak-anak bisa kreatif. Karena itu ada mata pelajaran Prakarya dalam kurikulum baru ini," tandasnya.
Sumber
Musyawarah Guru Mata Pelajaran [MGMP] Teknologi Informasi dan Komunikasi SMP Kab. Sukoharjo
PENGGUNAAN DAN PERAWATAN PROJECTOR
PENGGUNAAN DAN PERAWATAN PROJECTOR:
Pada saat digunakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain tidak memindahkan lampu proyektor dalam keadaan menyala. Hal ini disebabkan karena dalam kondisi menyala sifat lampu proyektor sangat sensitive, sehingga bila tidak berhati-hati justru dapat menimbulkan kerusakan fatal. Setelah proyektor selesai digunakan, tunggulah sekitar lima menit untuk mendinginkannya sebelum dimatikan.,
Patut diketahui juga, lampu proyektor memancarkan panas yang cukup besar bila digunakan dalam waktu lama. Itu sebabnya terdapat kipas yang dapat berfungsi dengan maksimal, pastikan bahwa kipas tidak terhalang oleh dinding atau obyek lainnya, agar dapat ‘membuang’ udara panas dengan baik. Berikanlah jarak kurang lebih satu meter dari obyek tersebut, untuk bisa menghindari overheating yang bisa berdampak pada kerusakan serius.
Satu hal lain yang harus diingat, jangan meletakkan atau mengoperasikan proyektor dekat dengan sumber panas dan terkena sinar matahari secara langsung. Selain itu, seperti halnya barang elektronik lainnya.
Menjaga agar proyektor dapat bertahan lama tentunya juga membutuhkan perawatan secara seksama. Bagian yang perlu diperhatikan antara lain filter proyektor, yang harus dibersihkan minimal sebulan sekali. Pasalnya, debu yang menempel di bagian ini dapat membuat lampu lebih mudah terbakar.
Agar Proyektor tetap berfungsi dengan baik, lakukan penggunaan sebagai berikut :
1.Kabel Power pada saat menyalakan projector tidak terganggu aktifitas lain,karna akan menyebabkan shot atau konslet saat projector bekerja,kerusakannya bisa meliputi ballast,power suplly,mainboard serta lampu.
2.Perhatikan Voltase lampu diruangan karena bila arus listrik tidak stabil bisa menyebabkan kerusakan semua modul projector.disarankan pakai UPS untuk menjaga bila terjadi padamnya lampu.
3.Bila mematikan projector tunggu sampai kurang lebih 5 menit karena terjadi pendinginan atau shout down seperti halnya computer karena hal ini sangat penting untuk spare part projector.
4.Cabut kabel power bila benar-benar projector sudah dalam keadaan mati atau sudah dingin.
Agar Proyektor tetap berfungsi dengan baik, lakukan perawatan sebagai berikut :
1. Bersihkan lensa dengan menggunakan lens cleaning paper(bila kotor)
2. Bersihkan bodi proyektor menggunakan kain lembut yang bersih, khusus untuk debu yang membandel gunakan cairan pembersih khusus pada kain lap
3. Menyimpan proyektor sebaiknya pada tempat yang kering dan tidak terlalu lembab, lebih disarankan disimpan didalam tas aslinya
4. Membawa proyektor lengkap dengan tasnya ketika dipindahkan ke tempat yang jauh.
5. Selalu memperhatikan informasi lampu di setting >information > lamp time hours untuk mempersiapkan penggantian lampu.
6.Dimaintenance kurang lebih setiap 6 bulan sekali untuk menjaga kestabilan spare part dan daya kerja projector..
Sumber
Kisah Tragis Dibalik Lagu “Hymne Guru”
Kisah Tragis Dibalik Lagu "Hymne Guru"
Siapa yang tak kenal lagu ini lirik hymne guru berjudul “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa“? Masih terngiang betapa di era 1980-an, lagu ini sangat sering dinyanyikan di sekolah-sekolah. Sebab setiap upacara bendera pada hari Senin, lagu ini selalu dinyanyikan.
Istilah “pahlawan tanpa tanda jasa” bahkan kemudian menjadi ikon yang disematkan kepada para guru. Siapa sangka bila “sang pahlawan” yang tanpa tanda jasa itu sejatinya dialami si pencipta lagu tersebut. Ya, Sartono, pencipta lagu yang juga guru itu di masa senjanya hidup dalam kesederhanaan. Laki- laki asal Madiun yang genap berusia 72 tahun, 29 Mei ini, tinggal rumah sederhana di Jalan Halmahera 98, Madiun. Sejak ia mengajar musik di SMP Purna Karya Bhakti Madiun pada 1978, hingga “pensiun” pada 2002 lalu, Sartono tetap menyandang guru honorer. Ia tak punya gaji pensiunan, karena statusnya bukan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kawan-kawan sesama guru sempat membantu mengajukan dia menjadi PNS. “Katanya sih sering diajukan nama saya, tetapi sampai saya pensiun dari tugas sebagai guru, PNS untuk saya kok tidak datang juga,” kata Sartono.
Sartono memang minder dengan latar belakang pendidikannya yang tak tamat SMA. Ia mengajar di SMP Purna Karya Bhakti, yang belakangan lebih dikenal sebagai SMP Kristen Santo Bernadus, berbekal bakatnya di bidang musik. Sartono yang beragama Islam itu melamar di Santo Bernadus berbekal sertifikat pengalaman kerja di Lokananta, perusahan pembuat piringan hitam di Solo, Jawa Tengah.
Hidup serba dalam kesempitan, tak membuat Sartono meratapi nasib. Ia merasa terhibur, dengan kebersamaan dengan Damiyati, BA, 59 tahun, isterinya yang guru PNS. Damiyati dinikahi Sartono pada 1971. Dari pernikahan mereka belum jua dikaruniai anak. Sehingga mereka mengasuh dua orang keponakan. Damiyati yang juga guru, juga seniman biasa manggung bersama Ketoprak Siswo Budoyo Tulungagung, di masa mudanya.
Kehidupan sehari-harinya kini hanya dari pensiun istrinya yang tak lebih dari dari Rp 1 juta. Sartono sendiri kala masih aktif mengajar, gajinya pada akhir pengabdiannya sebagai guru seni musik cuma Rp 60.000 per bulan. “Gaji saya sangat rendah, bahkan mungkin paling rendah diantara guru-guru lainnya,” katanya mengenang masa lalunya.
Kala masih kuat, Sartono menambal periuk dapurnya dengan mengajar musik. Sepekan sekali, Sartono yang pandai bermain piano, gitar, dan saksofon, ini rutin mengajar kulintang di Perhutani Nganjuk, sekira 60 kilometer dari rumahnya di Madiun.
BERMULA DARI LOKANANTA
Jalan menjadi guru berawal dari kegemarannya bermain musik. Putra sulung dari lima bersaudara ini sebenarnya lahir dari keluarga cukup berada. Maklum, ayahnya R. Soepadi adalah Camat Lorog, Pacitan. Sartono kecil memang suka bermain musik secara otodidak. Namun, hidup nyaman tak bisa dirasakan berlama-lama. Ketika ia berusia 7 tahun, Jepang menduduki Indonesia. Ayahnya pun tak lagi menjabat camat.
Sartono, bersama empat adiknya, Sartini, Sartinah, Sarwono dan Sarsanti, tak bisa mengenyam pendidikan tinggi. Ia sendiri putus sekolah kala kelas dua di SMA Negeri 3 Surabaya. Ia kemudian bekerja di Lokananta, perusahaan rekaman dan produsen piringan hitam. “Saya Lupa tahun berapa itu, tapi saya hanya bekerja selama dua tahun saja,” kata Sartono, yang mengaku sudah susah mengingat tahun.
Selepas kerja di Lokananta, Sartono bergabung dengan grup musik keroncong milik TNI AU di Madiun. Ia bersama kelompok musik tentara itu pernah penghibur tentara di Irian. “Di sana selama tiga bulan,” jelasnya.
DARI SECARIK KORAN
Ihwal penciptaan lagu himne guru itu boleh dibilang tak sengaja. Ketika itu, tahun 1980, Sartono tengah naik bis menuju Perhutani Nganjuk, untuk mengajar kulintang. Di perjalanan, secara tidak sengaja ia membaca di secarik koran, mengenai sayembara penciptaan lagu himne guru yang diselenggarakan Depdiknas. Hadiahnya besar untuk saat itu, Rp 750.000. Waktu yang tersisa dua pekan, untuk merampungkan lagu.
Sartono yang tak bisa membaca not balok ini, mulai tenggelam dalam kerja keras mengarang lagu saban harinya. “Saya mencermati betul seperti apa sebenarnya guru itu,” jelas Sartono sambil memulai membuat lagu itu.
Waktu sudah mepet, lagu belum juga jadi. Sartono pusing bukan kepalang. Syairnya masih amburadul. Pada hari pertama Hari Raya Idul Fitri, Sartono tidak keluar rumah. Ia bahkan tak turut beranjang sana mengantar istri dan dua keponakannya silaturrahmi ke orangtua dan sanak famili. “Saat itu kesempatan bagi saya untuk membuat lagu dan syair secara serius,” katanya. “Waktu itu saya merasa begitu lancar membuat lagu dan menulis syairnya.”
Awalnya, lirik yang ia ciptakan kepanjangan. Padahal, durasi lagu tak lebih dari empat menit. Sartono pun berkali- kali mengkajinya untuk mengetahui mana yang harus dibuang. “Karena panjang sekali, maka saya harus membuang beberapa syairnya,” jelas Sartono. Hingga muncullah istilah “pahlawan tanpa tanda jasa.”
“Guru itu juga pahlawan. Tetapi selepas mereka berbakti tak satu pun ada tanda jasa menempel pada mereka, seperti yang ada pada polisi atau tentara,” katanya.
Persoalan tak begitu saja beres. Lagu ada, Sartono kebingungan mengirimnya ke panitia lomba di Jakarta. Sebab ia tidak punya uang untuk biaya pengiriman via pos. “Akhirnya saya menjual jas untuk biaya pos,” katanya. Sartono menang. “Hadiahnya berupa cek. Sesampainya di Madiun saya tukarkan dengan sepeda motor di salah satu dealer,” kata Sartono.
PENGHARGAAN MINIM
Lagunya melambung, Sartono tidak. Sang pencipta tetap saja menggeluti dunia mengajar sebagai guru honorer hingga “pensiun.” Kalaulah ada penghargaan selain hadiah mencipta lagu, “cuma” beberapa lembar piagam ucapan terimakasih. Nampak piagam berpigura dari Gubernur Jawa Timur Imam Utomo yang diberikan pada 2005. Pak Gubernur juga memberikan bantuan Rp 600.000, plus sebuah keyboard.
Piagam lainnya diberikan Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin pada 2000. Kemudian piagam dari Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo pada 2005, plus bantuan uang. “Isinya enam ratus ribu rupiah,” kata Sartono.
Tahun 2006 lalu, giliran Walikota Madiun yang dalam sepanjang sejarah baru kali ini memberikan perhatian kepadanya. “Pak Walikota menghadiahi saya sepeda motor Garuda,” kata Sartono seraya menunjuk sepeda motor pemberian Walikota Madiun.
Meski minim perhatian, Sartono tetaplah bangga, lagunya menjadi himne para guru. Pekerjaan yang dilakoninya selama 24 tahun. Pengabdian yang tak pendek bagi seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
Sumber
Cara Membuat Soal Ulangan On-Line
Pada kesempatan ini saya ingin berbagi cara membuat soal online di blog dengan Wordpress seperti SOAL ULANGAN yang saya buat di blog "KST018.WORDPRESS".
Bentuk soal onlinenya adalah seperti ini [KLIK DI SINI].
Untuk langkah-langkah pembuatannya akan saya tampilkan lain waktu. hehe
Langganan:
Postingan (Atom)